^Sebab, Berbincang dan Menulis itu Luar Biasa^

(diambil dari notes FB Yeti Kartikasari)

October 7, 2013 at 6:37pm

Catatan perjalanan Pengajian Sastra Komunlis putaran kedua Probolinggo & Pandaan


^Adakah hal lebih manis selain bertemu, duduk bareng, berbagi isi kepala, saling melempar ide, mengoreksi & memberi masukan lalu berkarya?^

Awal pekan, awal bulan yang heroik begitulan mengawali Oktober ini kali. Akhir pekan yang semestinya ideal untuk rehat, menjadi hari sibuk buat saya. Tentu saja teman-teman Komunlis juga.
Sudah diniatkan untuk rawe-rawe rantas malang-malang putung mengikuti pengajian sastra putaran kedua di kota Manggur. Memang, ini agenda teman-teman Proling, tapi sebisa mungkin bagi yang berada di luar kota bisa hadir.

Beberapa hari sebelum hari H, seperti biasa, saya woro-woro yang mau ikut untuk konfirmasi. Ternyata sampai H-2, baru Novi Brail yang konfirm. Ia paling semangat karena belum pernah menginjakkan kaki ke Proling. Lainnya kemana? Teman-teman area Pandaan fokus untuk pengajian juga di hari Minggu. Disamping kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.

Baiklah tak apa. Saya, suami dan Novi fix berangkat lepas dhuhur.
Saya sendiri pagi masih ada kewajiban mengajar jurnalistik. Baru kelar sekitar jam 11.30 WIB.

Di tengah mengajar, mama Sartini konfirmasi mau ikutan rawe-rawe rantas ke Probolinggo dengan si kecil. Siip!
Sesuai kesepakatan ngumpul di TKP rumah Novi Brail, berlima kami melawat ke timur. Bus ekonomi lumayan penuh, tapi masih dapat tempat duduk meskipun terpisah-pisah. Tak apa.
Seperti biasa, saya yang menggemari bus ekonomi menikmati perjalanan. Siang terik, penumpang merokok, pengamen, asongan hilir mudik di atas bus menjadi orkestra tersendiri.

Sesekali kordinasi dengan PIC yang siap menjemput kami di tempat yang sudah kami sepakati.
DI tengah perjalanan, sudah mendekati tujuan, kami di oper ke bus lain. ”Padahal udah Pewe”, kata Novi yang sudah berhasil duduk sebelahan mama Sartini.

Di oper ke bus yang lumayan sesak, tapi bersyukur dapat tempat duduk, 15 menit kemudian tiba di kota tujuan.
15 menit kemudian, tim penjemput, mas Yudi dan mba Lilik datang, langsung cuss ke Harian Kabar Probolinggo. Di tengah perjalanan (lagi), Stebby kontak minta tolong mamanya dijemput juga. Hehehe. Baiklaaaah..........Mampir ke rumah Stebby, dan olalaaa si mama ta ada entah kemana.
Tak mau lama-lama, lanjut ke TKP utama. Disambut mas Arik yang sudah siap di depan gedung dengan seragam baru Komunlis. Kereeen sekali. Qiqiqiq.

Kangen-kangenan sebentar, qeqeqe, transaksi buku karya masing-masing, hehehe langsung masuk inti acara.
Pembacaan karya sastra, menjadi menu wajib di setiap pengajian. Ini salah satu cara Komunlis mengapresiasi karya. Mau membaca, melagukan, bersajak hayoo saja. Heheh.

Semua dapat giliran. Termasuk si kecil Ananda Fairuz, dipangku ibunda baca puisi bertajuk “Ibu”. Mendengar dia membaca puisi, diam-diam ingatan saya kembali ke beberapa waktu lalu.

Kali pertama datang bersama ibunda di gathering Komunlis di rumah saya, Fairuz tertidur di pangkuan mama Sartini. Jenuh, bosan mungkin ya, karena yang ditemui orang dewasa yang sibuk menulis dan membaca karya.
Pada pengajian sastra pertama bulan lalu, yang kebetulan di helat di rumahnya, Ananda Fairuz malah “keluar masuk” melihat kami, lagi-lagi sekumpulan dewasa yang sibuk bicara ini itu. Hehehe.
Ananda Fairuz mulai duduk tenang ketika Razza, yang juga hadir saat itu membaca karyanya. Kebetulan si Razzan adik kelas Fairuz. Heheh.
Eh Sabtu kemarin, ia “mulai menampakkan” keberaniannya untuk membaca karya. Meskipun sambil minta dipangku ibunda.
Sampai pada titik ini, saya “melihat” bahwa ada perubahan fundamental pada si kecil. Untuk seusia dia, kelas 2 SD berani tampil di depan orang dewasa yang jarang kami jumpa adalah istimewa. Ia yang semula “seperti” tidak peduli ternyata diam-diam merekam apa yang kami lakukan.

(Aha, jadi teringat, seusia dia dulu, saya adalah orang paling menjengkelkan. Ya! Saya suka “sembunyi” bila ada tamu datang, bahka untuk memberi salam pada tetamu saya harus “diseret” dulu sama mama atau papa. Hiks...)

Berikutnya, satu persatu mulai membaca karya. Macam-macam yang dibawakan. Dilanjut dengan diskusi antologi sofa merah. Ini serius!
Mumpung ketemu karena biasanya diskusi hanya dilakukan di WA dan facebook, jadilah perdebatan sengit tak terelakkan. Hehehe.

Tidak ada yang menang atau kalah. Mengutip kata Mas Arik, dalam berkarya, proses diskusi, berbagi ide, memberi masukan, komentar itu HARUS terjadi. Tujuannya tentu saja menghasilkan karya jempolan, “kaya” dan tidak kering. ^Salaman sama Stebby^.
Berkarya itu tidak boleh egois. Tidak boleh merasa paling hebat. Untuk itu proses diskusi harus ada.
Diskusi karya kelar dilanjut dengan bicara dunia media, dipandu salah satu penjaga gawang Komunlis, Rifqi. Seluk beluk dunia media, proses editing termasuk berbagi selera redaktur dalam menilai tulisan. Hehehe.^--^

Seperti biasa, orang-orang Komunlis adalah pecinta bicara (sorry bukan rumpi tidak jelas), jadilah setelah acara inti beres, lanjut ngobrol ini itu. Disambung pose bersama yang tak boleh ketinggalan. Hehehe.
Supaya gak jenuh, ngobrol dilanjut di salah satu ikon kuliner kota manggur. Bakso Probolinggo. Karena sudah malam, menunya gak komplit. Hiks...
Haha hihi bersama, konsolidasi dan kembali damai di meja kuliner tidak terasa sekian jam. Malam minggu benar-benar menjadi malam panjang bagi kami.

Menjelang pukul 22.00 kami pamit. Mengingat esok paginya masih menghelat acara serupa untuk area Pandaan.
Perjalanan malam lebih santai, bus AC dan bisa ngumpul. Perjalanan pulang terasa lebih cepat ketimbang berangkat. Si kecil Ananda Fairuz terlelap dalam perjalanan, mungkin bermimpi memeluk buku seperti tadi sore. Hehehe.

Pengajian Sastra area Pandaan

Tiba di rumah tengah malam, seperti Cinderella saja,hehehe. Mata tak bisa langsung terpejam. Buka laptop menyapa dunia, yang ternyata malam itu, teman-teman Komunlis masih banyak yang terjaga. Jadilah saya upload foto-foto, hehehe. Supaya momennya tidak basi. Hehehe. Menjelang puku 2 pagi berangkat tidur, berharap esok pagi tidak bangun terlambat.

Waaak! Meskipun sudah pasang alarm, ternyata “kebablasan” juga. Jam 8 pagi baru bangun dan gedubrakan. Bikin sarapan, siap-siap ini itu dan tepat jam 10 pagi lanjut ke rumah Razzan. Berkaos Komunlis yang (sengaja) tidak dicuci hehehe, stop ojek ditemani ransel dan tas isi penuh buku perpustakaan Komunlis.

Disambut si kecil Razzan dan mama Hapsari, kami ngobrol sembari menunggu kehadiran teman-teman lain. Awalnya, acara akan dilangsungkan di ruang tamu, tapi karena ingat, Razzan punya ruang perpustakaan saya usulkan untuk pindah ruang.
Ahahha, Mama Razzan “sedikit” keberatan, alasannya.............Perpustakaannya sudah lama tidak dirawat dan tidak layak. Tapiii...Saya bandel untuk ngintip ke dalam perpustakaan yang ada di depan, dan waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......Mata saya langsung terbelalak, melihat ruangan penuh buku.
Langsung saja saya putuskan untuk menggunakan ruang itu. Hehehehe.

Akhirnya, oleh sang tuan rumah diizinkan, secara saya sudah terlanjur “mengkapling” alias mengkudeta ruangannya. Hehehe. Meluncurlah cerita tentang perpustakaan yang dilengkapi ruang bermain itu.

Aha, mata saya tak henti menyapa semua buku-buku yang belum sempat di tata ulang oleh pemiliknya. Sepertinya sudah lama buku-buku itu tak disapa.
Ketika satu persatu teman datang dan menyentuh sampul, lalu membuka halaman-halamannya, saya yakin buku-buku itu melompat gembira.

Siang itu perpustakaan Razzan meriah. Wajah-wajah baru di Komunlis, rata-rata usia muda bergabung dan antusias.
Ditingkahi celoteh anak-anak bermain, pengajian sastra berlangsung. Senangnya adalah ketika para bocah yang tadinya sibuk bermain, ikut bergabung di tengah ruangan. Dan mulai memersiapkan diri tampil membawakan karya.
Sekilas saya lihat Razzan, komat-kamit menghafal sajak dalam bahasa asing. Di sudut lain, Ananda Fairuz membolak-balik buku puisi memilih tulisan yang akan dibacakan.

Teman-teman lain pun senada. Satu persatu mulai unjuk gigi. Para bocah itu berada di garda depan. Fairuz yang hari sebelumnya, membaca karya sambil dipangku ibunda, siang kemarin, tanpa ragu ia berdiri menghadap kami semua. Dengan gaya khas anak-anak, sajak “Guru” meluncur dari bibirnya.
Transformasi yang luar biasa. Ia yang tadinya acuh, malu-malu ternyata............

Disusul Razzan dengan lantangnya bersajak dalam bahasa Jepang. Membius kami yang berada dalam perpustakaan.
Dua bocah kecil itu rupanya enggan sekali saja tampil. Keduanya memersiapkan diri lagi untuk membawakan karya. Hehehe. ^Sudah kecanduan^
Berikutnya, pembacaan karya oleh Novi, disusul Mba Ria  dan Vivi. Saya yakin buku-buku dalam perpustakaan Razzan terbangun demi mendengar larik-larik yang dibacakan dengan khidmat.
Pembacaan karya dilanjut oleh Sajidin, saya (juga), bu Krisyanti yang berbagi cerita novel “Canting” dan mama Sartini yang berbagi cerita buku, kebetulan buku yang sama dengan saya baca. Toss!
Lalu dilanjut lagi dengan tampilan Razzan dan puisi “Kejujuran” oleh Fairuz.

Sejumlah ide dan masukan mengalir deras siang kemarin. Berkaitan dengan dunia literasi tentunya. Sebagai gerakan yang berawal dari dunia maya, Komunlis ingin mengukuhkan diri untuk bergiat dan berbagi dalam dunia nyata. Sudah dimulai dengan kegiatan rutin, yang akan dimantapkan dengan kerja nyata lainnya. Seperti menggandeng dinas terkait untuk “memakmurkan” perpustakaan di dekat kami tinggal. Dalam waktu dekat akan kami riilkan. Semoga ke depan, gerakan ini kian nyata di seluruh penjuru negeri.
Memang, tidak cukup hanya rencana dan ide saja. Harus bergerak dan menggerakkan. Ini yang butuh komitmen kuat dari para pegiat literasi Komunlis.
Di samping niatan untuk berbagi dan bermakna.

Rasa-rasanya kami masih ingin terus bertemu, berdiskusi buku, bicara ide tulisan dan rencana literasi. Kalau saja waktu mau berhenti.....Hehehe.

(Terimakasih teman-teman Komunlis area Probolinggo, terimakasih Razzan dan keluarga untuk sudah mendedikasikan waktu dan ruangannya demi kegiatan Komunlis. Semoga semangat dan komitmen kita senantiasa terjaga, bergandeng tangan demi memakmurkan dunia literasi. Salam literasi!)

Catatan dari Kaki Penangggungan, 7 Oktober 2013
^Baca karya^Probolinggo
^Baca karya^Probolinggo
^Apa ya yang dibaca?^
^Apa ya yang dibaca?^
^khusyuk pengajian^
^khusyuk pengajian^
^Membaca karya dipangkuan ibunda^
^Membaca karya dipangkuan ibunda^
^Pose rame-rame^
^Pose rame-rame^
^booksigning^
^booksigning^
^damai di meja kuliner^
^damai di meja kuliner^
^Khikmat^Pengajian sastra pandaan
^Khikmat^Pengajian sastra pandaan
^sajak^dan penonton pun terkesima
^sajak^dan penonton pun terkesima
^Kecil-kecil cabe rawit^
^Kecil-kecil cabe rawit^
^Di antara buku-buku^
^Di antara buku-buku^
^yihuui^
^yihuui^

Komentar

Postingan Populer